Oke.. karena lagi termotivasi untuk nulis di blog dari pada buat laporan. oke lah.. tancap gas.haha
sudah benarkah kita menjadi kartini jaman ini? saya akan coba uraikan maksud beliau dengan pendekatan surat surat yang beliau tulis.. tentu dengan kacamata saya yah.. yuk kita fahami yuk :)
berikut surat dari ibu R.A Kartini, sumber
Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899
“Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh) dan keningratan budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal sholih orang yang bergelar macam Graaf atau Baron?... Tidaklah dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini,…”
nah... menurut beliau keturunan tidak bisa menjadi sesuatu yang dapat di banggakan. hal yang dapat membuat derajat kita tinggi adalah pengetahuan dan ke shalihan kita. R.A kartini yang merupakan keturunan ningrat tidaklah menjadikan dirinya berkembang seperti yang beliau inginkan. sehingga sudut pandangnya berbeda dengan orang orang pada masanya yang membagi bagi manusia berdasarkan status sosial. Dengan demikian Kartini secara tidak langsung berharap wanita masa kini bisa menyelami ilmu seluas luasnya dan tetap mempertahankan kelembutan budi. :)
Surat kartini kepada Nyonya Abendon, Agustus 1900
“Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”.
Gambar 3. Ibu karir
Yap.. wanita memiliki fitrah sebagai wanita yang tentu saja berbeda dengan laki laki. wanita menjadi ibu. wanita memiliki suami. ada banyak yang harus dipelajari sebagai wanita dan tentu saja tidak dapat dipindah tangankan kepada siapapun tanpa terkecuali pada laki laki. ada hal hal yang tidak bisa dihilangkan dan sepenuhnya harus kita kuasai sebagai wanita dan manusia sepenuhnya.
Surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 4 September 1901
“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.
tak ada alasan lagi untuk wanita dalam memperjuangankan cita citanya. sekarang, dengan segala fasilitas yang ada.. apa yang tidak bisa dilakukan wanita?
Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
Wanita bukan saingan laki- laki. Apapun cita cita itu, wanita tak bisa menggantikan laki laki begitupun sebaliknya. wanita memiliki kewajiban sendiri ditangannya. setinggi apapun cita citanya.. cita cita terbesar yang harus ditanamkan adalah menjadi ibu. Jangan nomor duakan pendidikan anak-anak di rumah hanya karena ingin mengejar tingginya karir, banyaknya uang, pangkat, jabatan, dan popularitas. Hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan tidak harus sama. sumber
surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 10 Juni 1902
“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan”.
kita orang timur dan punya budaya ketimuran. lalu apa yang kartini lakukan? pembangkang adat? saya rasa tidak.. beliau hanya mengambil haknya sebagai manusia seutuhnya tanpa menghilangkan sisi wanita dalam dirinya.
surat Kartini kepada Nyonya van Kol, 21 Juli 1902
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang agama Islam patut disukai”.
yang ini saya kurang faham
surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Oktober 1902
“Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja orang dan bukan Allah”.
beliau orang yang taat pada agama. begitulah wanita seharusnya
surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”
mulanya beliau mengagumi budaya masyarakat barat. namun dia menyadari bahwa tidak semuanya benar dan patut diperjuangakan. akhirnya belia bertobat. Awalnya, dia ingin memperjuangkan “kesetaraan gender”, namun pada akhirnya bukan itu yang ia inginkan. Yang diinginkan justru “keserasian gender”. Keserasian antara peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan baik di rumah maupun di luar rumah. Bukan saling mengalahkan dan menyalahkan tetapi saling berjalan beriringan sesuai perintah Islam. sumber
Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 25 Agustus 1903
“Ya Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu Puasa-Lebaran-Tahun n Baru, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun sedang memuncak. Sudah saya katakana, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih sayang dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah
surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1903
“Tidak, ia tidak mempunyai ilmu, tidak mempunyai jimat, tidak juga senjata sakti. Kalaupun rumahnya tidak ikut terbakar itu dikarenakan dia mempunyai Allah saja”.
ya.. pada akhirnya beliau memperjuangankan cita citanya sebagai hamba allah yang bisa memperjuangkan nasib nasib para tertindas. bukan hamba yang mementingkan hal hal duniawi.
Selamat Hari Kartini. saatnya berjuang untuk kebebasan mencari ilmu. semoga perjuangan mu tak sia sia. cinta kami untuk mu. kau memperjuangkan nasib wanita Indonesia dan yang sedikit yang terlupakan adalah juga memperjuangkan kemuliaan wanita di mata Allah Swt.
Gambar 5. Shalehah
kesetaraan gender bukan yang dia lakukan ya!
keserasian genderlah yang benar!
sepertinya kita salah menilai apa yang diperjuangkan. kesetaraan gender bukan yang beliau inginkan..
salam peluk
ibuk astuti